Articles by "Hukum"
Tampilkan postingan dengan label Hukum. Tampilkan semua postingan

Diduga SK Fiktif 

Batam – Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan peningkatan kelancaran pelaksanaan tugas di kantor, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Batam melakukan pengangkatan pegawai Non PNS tahun anggaran 2021 dengan nomor: 221/KK/32.05/KP.00.2/12/2020.


Namun dalam pengangkatan Pegawai Non PNS di Kemenag Batam diduga tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, sebab terindikasi tidak sesuai aturan dan diduga melibatkan oknum Pejabat di Kemenag Batam.


Dugaan tersebut berasal dari dokumen elektronik yang diperoleh awak media yang berisi SK pengangkatan pegawai Non PNS berinisial Z U, yang ditugaskan sebagai Pramubakti pada Sub Bagian Tata Usaha kantor Kementerian Agama Kota Batam terhitung mulai 1 Januari 2021 sampai 31 Desember 2021, padahal berdasarkan informasi yang diperoleh media, Z U mulai bekerja di Kemenag Batam bulan Februari 2021.


"SK pengangkatan Z U terhitung mulai 1 Januari sampai 31 Desember 2021, padahal Z U diketahui mulai aktif bekerja di Kemenag sejak bulan Februari 2021," ujar narasumber yang tidak dipublish namanya, Kamis (16/1/2025).


Lebih lanjut narasumber menduga, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Batam mengeluarkan SK Fiktif atau SK mundur guna meloloskan Z U mengikuti seleksi PPPK pada bulan Januari 2023. karena kalau mengikuti awal kerja Z U dibulan Februari 2021 belum memenuhi syarat mengikuti seleksi PPPK dibulan Januari 2023. karena baru 23 bulan atau belum genap 2 tahun.


"Selain itu, Z U juga diduga merupakan keluarga atau kerabat dari dari Pejabat Kementrian Agama (kemenag) Kota Batam," Pungkas narasumber.


Diketahui, Sesuai aturan, untuk mengikuti seleksi calon pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (CPPPK) Kementrian Agama Republik Indonesia Tahun Anggaran 2022, salah syaratnya adalah memiliki pengalaman kerja minimal 2 tahun.


Hingga berita ini di publish, awak media masih berupaya mengkonfirmasi kepala kantor Kementerian Agama Kota Batam.


 (Tim)

Batam - AKBP Ucok Lasdin Silalahi resmi dilantik sebagai Kapolres Tanjungpinang menggantikan AKBP Ardiyanto Tedjo Baskoro yang dimutasi pada jabatan baru sebagai Pamen Bareskrim Polri.
"AKBP Ucok dipindahkan dari jabatan lama Kapolres Lingga menjadi Kapolres Tanjungpinang dengan harapan dapat menciptakan suasana yang kondusif pada pelaksanaan pilkada serentak di tahun 2018," kata Kapolda Kepri, Irjen Pol Didid Widjanardi, di Batam, Kamis.

Kapolda menjelaskan, serah terima jabatan ini janganlah dipandang suatu acara yang bersifat formalitas dan seremonial biasa, melainkan harus dilihat sebagai suatu upaya institusi Polri dalam meningkatkan produktivitas dan kinerja kesatuan untuk menghadapi tantangan tugas yang semakin berat dan kompleks.

"Tujuannya agar pengelolaan organisasi dapat berjalan lebih efektif dan efisien, guna menuju perubahan yang lebih baik," kata Didid.

Dalam menghadapi dinamika potensi kriminalitas di wilayah hukum Polda Kepri, diharapkan mampu mengakomodir semua fenomena yang timbul dengan menampilkan suatu struktur organisasi kuat dilandasi pemikiran profesional, bermoral, dan modern.

Hal tersebut, kata dia, dapat dimunculkan apabila segenap pimpinan dapat bersinergi dalam suatu tim menanggalkan kepentingan pribadi atau kelompok untuk membawa organisasi yang berorientasi kepada pelayanan masyarakat.

"Untuk jabatan sebagai Kapolres Lingga saat ini dipercayakan oleh AKBP Joko Adi Nugroho yang sebelumnya menjabat sebagai Kasubditregident Ditlantas Polda Kepri," kata dia.

Karo SDM Polda Kepri, Kombes Pol Djoko Susilo menambahkan, selain dari pergantian jabatan Kapolres Tanjungpinang dan Lingga, sejumlah perwira menengah di Kepolisian Daerah Kepulauan Riau juga terjadi pergeseran.
Adapun pejabat yang menjalani serah terima jabatan di Lobi Utama Mapolda Kepri itu adalah Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Budi Suryanto yang dimutasi pada jabatan baru sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Selatan.

"Penggantinya adalah AKBP Rustam Mansur yang sebelumnya menjabat sebagai Wadirreskrimsus Polda Jabar," katanya.

Selanjutnya, Kombes Benyamin Sapta yang sebelumnya menjabat sebagai Kabid TIK Polda Kepri kini dipercaya sebagai Direktur Polisi Perairan dan Udara Polda Kepri, menggantikan Kombes Teddy Jhon Sahala Marbun yang dimutasi pada jabatan baru sebagai Kabagbanops Rokorwas Bareskrim Polri.

"Untuk jabatan yang ditinggalkan Kombes Benyamin kini digantikan oleh AKBP Set Stephanus Lumowa yang sebelumnya menjabat sebagai Dir Tahti Polda Papua," lanjutnya.

Kapolres Karimun AKBP Agus fajaruddin juga dimutasi pada jabatan baru sebagai Wadirlantas Polda Jambi. Sementara penggantinya adalah AKBP Hengky Pramudya yang sebelumnya menjabat sebagai Kabagdalpers Ro SDM Polda Kepri.
Antara.com
Batam, JMRN - Kisruh dalam sengketa kepemilikan gedung "The BCC Hotel and Residence" memasuki babak baru di awal tahun 2018. Tersiar kabar cukup mengejutkan, dimana Tjipta Fudjiarta yang merupakan lawan seteru dari Conti Chandra dalam sengketa itu dikabarkan ditangkap polisi dari jajaran Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk menjalani proses hukum pada Kamis (4/1).

Seperti dilansir laman berita Kejora News, Sabtu (6/1) disebutkan bahwa Alfonso Napitupulu, SH, MH Penasehat Hukum Conti Chandra dalam keterangannya kepada sejumlah media melalui telepon seluler mengatakan,  Tjipta Fudjiarta sudah resmi ditahan oleh Breskrim Polri dan akan segera dilimpahkan ke kejaksaan untuk tahap dua.
BACA JUGA:
 Pihak Conti Chandra pun, menurut Alfonso mengapresiasi kinerja kepolisian yang telah memproses laporan pihaknya. Alfonso dalam berita itu mengatakan penahanan Tjipta Fudjiarta merupakan salah satu langkah proses hukum untuk melangkah ke proses hukum selanjutnya. Berkas tersangka Tjipta sudah P21 dan segera akan dilimpahkan ke kejaksaannya untuk tahap dua.

Masih kata Alfonso penahanan terhadap seteru kliennya itu merupakan tindaklanjut dari penetapan tersangka surat Badan Reserse Kriminal Polri Dikrektorat Tindak Pidana Umum (Bareskrimum) nomor B/306-Subdit-I/V/2017/Dit.Tipidum, terkait dugaan memberikan keterangan palsu pada akta autentik dan atau penggelapan sesuai pasal 378 KUHP, pasal 266 KUHP dan atau pasal 372 KUHP.

Hendi Defitra, SH yang diketahui merupakan penasehat hukum darii Tjipta Fudjiarta hingga berita ini ditayangkan belum memberi tanggapan kepada Jaringan Media Radio Nasional meski telah dihubungi beberapa kali melalui telepon selulernya.

Tjipta dilaporkan ke Bareskrim karena diduga menipu dengan cara membuat akta-akta jual-beli saham Hotel BCC Batam. Ia berjanji setelah akta dibuat dan ditandatangani, maka tranksaksi pembayaran segera dilakukan.Namun, setelah akta ditandatangi Conti Chandra, Tjipta bukannya langsung membayar namun hanya memberi janji dan mengatakan bahwa uang untuk membeli saham belum terkumpul. Merasa ditipu, perkara akhirnya dilaporkan ke polisi pada 2014.

REDAKSI | ***
Siksa Tahanan
Padang, RN - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang meminta Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk segera melakukan penyelidikan internal terhadap tiga orang sipir yang diduga melakukan penyiksaan terhadap tahanan didalam sel Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Direktur LBH Padang, Era Puranama Sari, S.H,. M.H dalam keterangan persnya bernomor 32/S.Pers/LBH-PDG/XII/2017 tentang LBH Padang Desak 3 Sipir Terduga Pelaku Penyiksaan Diadili yang diterbitkan hari ini, Selasa (19/12) menekankan agar pihak Kanwil Hukum dan HAM Sumatera Barat segera merespon temuan tersebut.

"Kami minta kasus ini ditangani secara proffesional dan pimpinan Lapas Kelas II Lubuk Basung pun perlu diselidiki terlibat atau tidak atau sikap pembiaran terhadap perbuatan sipir terduga pelaku penyiksaan di lapas itu," kata Era.

Kemenkumham, lanjut Era perlu menyikapi permasalahan ini, sebab diberbagai media massa berita penyiksaan itu telah mengemuka dan untuk memastikan keamanan korban dari segala bentuk kekerasan baik fisik maupun verbal tentu diperlukan perhatian serius.

Sebelumnya, di berbagai media massa diberitakan telah terjadi penyiksaan terhadap tahanan oleh tiga orang Sipir di Lembaga Permasyarakatan (LP) kelas  II B  Lubuk Basung, kabupaten Agama Provinsi Sumatera Barat. Tiga Sipir inisial AD, YD, dan IP diduga  menyiksa seorang warga binaan bernama Mitra hingga luka-luka.

Menurut korban, sebelumnya dia di  hajar oleh orang dapur, kemudian meminta pertolongan kepada petugas lapas namun ia malah mendapatkan pukulan dengan tangan dan kaki lebih  beringas. Petugas melanjutkan pemukulan dengan menggunakan kayu dan kabel di bagian kaki, kepala dan badan. Korban kemudian diselamatkan oleh bul, petugas lainnya saat di keroyok. Setelah itu ia di masukkan keruangan strapsel (kamar kecil). Pihak keluarga korban saat ini telah melaporkan kejadian itu ke pihak Mapolres Agam, namun sampai saat ini belum ada pemeriksaan yang di lakukan terhadap ketiga orang yang diduga sebagai pelaku pemukulan tersebut.

LBH Padang, kata Era menyayangkan adanya praktik penyiksaan tahanan yang kerap kali terjadi itu. Pengulangan peristiwa-peristiwa semacam ini katanya, tak lepas dari lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku kasus-kasus penyiksaan sehingga tidak mampu memberikan efek jera bagi pelaku atau warning bagi calon-calon pelaku.

Secara hukum dan moral, LBH Padang menyatakan bahwa hal tersebut seperti penyiksaan adalah kejahatan yang kejam dan pelanggaran terhadap hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hal ini jelas ditegaskan di dalam Pasal 28 I UUD RI 1945. Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan yang dapat dikenakan terhadap narapidana. Untuk itu Komnas HAM harus turun melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM dan memastikan Kanwil Hukum dan HAM melakukan upaya pengusutan kasus serta memastikan keamanan korban.

Pasal 13 Konvensi anti penyiksaan yang sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 menyebutkan, Negara harus menjamin agar setiap orang yang menyatakan bahwa dirinya telah disiksa dalam wilayah kewenangan hukumnya mempunyai hak untuk mengadu, dan agar kasusnya diperiksa dengan segera dan tidak memihak oleh pihak-pihak berwenang. Langkah-langkah itu harus diambil untuk menjamin bahwa orang yang mengadu dan saksi-saksi dilindungi dari segala perlakuan buruk atau intimidasi sebagai akibat dari pengaduannya atau setiap kesaksian yang mereka berikan.

Fakta empirik menunjukan sulitnya membawa pelaku diadili di persidangan pidana. Oleh karena itu, kerap muncul upaya-upaya melindungi dari institusi kepada oknum. Meski demikian, LBH Padang masih berharap Mapolres Agam dapat mempercepat penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana kekerasan di Lapas. Karena ini adalah Kejahatan bahkan pelaggaran Hak Asasi Manusia. Maka tanpa harus menunggu laporan pun Kepolisian dapat mengusut kasus ini.  Kepolisian tidak boleh tunduk terhadap adanya potensi intervensi dari oknum atau institusi pelaku apalagi menjadi bagian dari rencana melindungi terduga pelaku.

LBH Padang berharap, pihak Lapas dapat bersikap kooperatif dan tidak menghalang-halangi proses penegakan hukum ini. Proses-proses pemeriksaan internal sama sekali tidak boleh menghalangi upaya pengusutan dugaan pidana oleh polisi.

REDAKSI | ***
EDITOR  : ANDRI ARIANTO
Dua Sahabat Dihukum Satu Tahun
Batam, RN - Terdakwa I , Holdan Bin Zainal dan terdakwa II Wawan Safandri Bin Satarudin pelaku kasus narkotika 5,993 gram (5,9 Kilogram  lebih) divonis dengan hukuman pidana penjara selama 12 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam. Rabu (13/12/2017).

Selain hukuman penjara itu, kedua terdakwa juga didenda membayar Rp 1 miliar subsider(jika tidak dibayar) diganti dengan 6 bulan penjara.

Hakim Majelis yang diketuai oleh diketuai Mangapul Manalu, didampingi taufik Abdul Halim Nainggolan dan Marta Pitua Ambarita dalam amar putusannya menyatakan, kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 114 Ayat(2) Jo Pasal 132 Ayat(1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Subsider  Pasal 112 Ayat(2) Jo Pasal 132 Ayat(1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Dalam perkara ini, motor di motor Vario Techno warna putih BP 2764 QM yang digunakan para terdakwa dalam transaksi narkotika sabu itu, dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.

Atas putusan hukuman  yang sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Susanto Martua, SH itu kedua terdakwa menyatakan menerima putusan tersebut, tanpa didampingi Penasehat Hukumnya.

Ritawati Sembring, SH, JPU pengganti Susanto Martua, SH, juga menyatakan menerima putusan tersebut.

Dalam perkara ini, kedua terdakwa melakukan perbuatannya dengan kronologis, Bahwa pada hari Sabtu tanggal 29 April 2017 sekira pukul 11.00 Wib saksi IRWAN TRI HARSOYA Bin POLTAK SEMBIRING Als SOYA menghubungi terdakwa I dan menyuruh terdakwa I untuk bertemu dengan terdakwa II. Selanjutnya setelah bertemu dengan terdakwa II, saksi IRWAN TRI HARSOYA Bin POLTAK SEMBIRING Als SOYA menyuruh terdakwa I untuk mengambil barang (sabu) dari seseorang yang terdakwa I tidak kenal untuk kemudian terdakwa I serahkan kepada terdakwa II. Saksi IRWAN TRI HARSOYA Bin POLTAK SEMBIRING Als SOYA mengatakan kepada terdakwa I bahwa orang yang tidak terdakwa I kenal tersebut nanti akan menghubungi terdakwa I jika barang (sabu) tersebut telah ada pada orang tersebut. Lalu terdakwa I menyanggupinya untuk bertemu dengan dengan terdakwa II dan untuk mengambil barang (sabu) tersebut dari teman saksi IRWAN TRI HARSOYA Bin POLTAK SEMBIRING Als SOYA. Selanjutnya sekira pukul 21.30 Wib terdakwa I menghubungi terdakwa II dan bertemu di daerah Jodoh Kota Batam.

Selanjutnya pada hari Minggu tanggal 30 April 2017 sekira pukul 20.00 Wib, teman saksi IRWAN TRI HARSOYA Bin POLTAK SEMBIRING Als SOYA yang terdakwa I tidak kenal tersebut menghubungi terdakwa I dan memerintahkan terdakwa I untuk datang ke samping rumah makan Bundo Kanduang Sekupang dengan maksud untuk menyerahkan sabu milik saksi IRWAN TRI HARSOYA Bin POLTAK SEMBIRING Als SOYA kepada terdakwa I. Selanjutnya terdakwa I bersama-sama dengan terdakwa II pergi ke daerah Sekupang Kota Batam untuk menerima sabu dari teman saksi IRWAN TRI HARSOYA Bin POLTAK SEMBIRING Als SOYA tersebut. Setibanya di daerah Sekupang tepatnya di samping rumah makan Bundo Kanduang terdakwa I menemui teman saksi IRWAN TRI HARSOYA Bin POLTAK SEMBIRING Als SOYA yang kemudian terdakwa II panggil BRO, sedangkan terdakwa II menunggu di motor Vario Techno warna putih BP 2764 QM. Pada saat itu terdakwa I mengatakan kepada orang yang tidak terdakwa I kenal menanyakan apakah ada titipan (sabu) dari saksi IRWAN TRI HARSOYA Bin POLTAK SEMBIRING Als SOYA lalu orang tersebut mengatakan ada dan mengambil bungkusan yang terletak di ban depan sebelah kiri mobilnya lalu mengajak terdakwa I untuk masuk ke dalam mobil miliknya lalu terdakwa I juga mengajak terdakwa II untuk bersama-sama masuk ke dalam mobil orang yang tidak terdakwa I kenal tersebut untuk melihat serta memastikan apakah isi didalam bungkusan tersebut benar benar sabu atau bukan. Setelah itu terdakwa I dan terdakwa II masuk ke dalam mobil tersebut dan terdakwa II membuka bungkusan serta melihat isi didalam bungkusan tersebut dan setelah yakin bahwa benar isi didalam bungkusan tersebut adalah sabu kemudian terdakwa II memotret bungkusan yang berisi sabu tersebut dan setelah itu terdakwa II hendak memasukkan sabu tersebut kedalam tas miliknya, namun karena sabu tersebut tidak muat didalam tas milik terdakwa II maka terdakwa I memasukkan bungkusan yang berisi sabu tersebut kedalam tas samping milik terdakwa I dan setelah itu terdakwa I mengajak terdakwa II untuk pergi mencari penginapan.

Selanjutnya sekira pukul 21.30 wib saat terdakwa I dan terdakwa II tiba di Simpang Lampu merah Jl. Imam Bonjol Lubuk Baja - Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau sedang mengendarai motor Vario Techno warna putih BP 2764 QM, tiba-tiba dihentikan oleh beberapa orang yang mengaku petugas BNNP Kepri serta melakukan penggeledahan terhadap terdakwa I dan terdakwa II dan ditemukan sabu setelah ditimbang seberat bruto 406(empat ratus koma enam) gram didalam tas samping milik terdakwa I. Selanjutnya petugas BNNP Kepri melakukan penangkapan terhadap terdakwa I dan terdakwa II untuk pemeriksaan lebih lanjut.

REDAKSI | ***

EDITOR : ANDRI ARIANTO

Perkara Penggelapan Uang
Tarakan, RN – Herlina, terdakwa tindak pidana penggelapan uang perusahaan tempat ia bekerja, PT Teguh Kaltara hanya terdiam saat pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum di ruang sidang Pengadilan Negeri Tarakan, Selasa (5/11).

“Karena terdakwa telah terbukti bersalah melanggar pasal 374 Kuhp. Maka terdakwa dituntut selama 2 tahun pidana penjara, untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya,” kata JPU Junaidi SH, saat membacakan berkas tuntutan.

Mendengar putusan itu, Herlina yang sempat terdiam pun langsung buka suara. Dengan harapan Majelis Hakim mau mempertimbangkan tuntutannya, agar mendapatkan keringanan hukuman.

Dihadapan majelis hakim, Herlina mengungkapkan, kalau alasan keluarga lah yang menjadi dorongan terbesarnya agar tidak dihukum lama didalam penjara. 

“Walaupun saya tidak punya tanggungan anak. Tapi saya tidak ingin meninggalkan suami saya pak, makanya saya tidak ingin dihukum selama itu,” kata Dia memelas.

Mendengarkan perkataan Herlina. Majelis Hakim pun hanya bisa mengatakan, Kalau apa yang diungkapkan Herlina saat persidangan akan menjadi salah satu pertimbangan Majelis Hakim untuk menentukan hukumannya nanti.

“Kita anggap itu sebagai pembelaan ibu ya, nanti akan kami pertimbangkan dan akan kami putuskan apakah hukuman ibu layak diringankan atau tidak. Pada sidang agenda putusan, pada tanggal 7 Desember 2017 mendatang,” kata Ketua Majelis Hakim Christo En Situros SH Mhum.

Seperti diketahui, Herlina, dilaporkan lantaran menilep uang perusahaan hingga Rp 176 juta yang seharusnya disetor. Menurut keterangan Kapolres Tarakan AKBP Dearystone Supit melalui Perwira Urusan Subbag Humas Ipda Deny Mardiyanto menuturkan Herlina ketahuan menggelapkan uang perusahaan saat salah satu toko sparepart langganannya menghubungi dan mengatakan ada kwitansi ganda.

Saat itu, sekira pukul 15.00 pada 14 Agustus lalu korban YS dihubungi pemilik Toko Mitra Motor. “Katanya ada kwitansi tagihan doble, jadi korban meminta karyawatinya Fitrani untuk mengecek laporan tersebut,” kata Deny.

Fitri akhirnya mendatangi bengkel Mitra Motor untuk menanyakan perihal laporan kwitansi tagihan yang doble tersebut. Setelah melakukan pengecekan, dalam laporan Fitri kepada YS membenarkan bahwa terjadi nota tagihan doble. “Berarti, Toko Mitra motor sudah melakukan pembayaran, kenapa kok ada tagihan muncul lagi yang baru,” ucapnya.
YS kemudian melakukan kroscek lagi kepada Herlina, pasalnya saat itu Herlina lah yang diberikan tugas untuk menagih di toko tersebut. Dan setelah didesak ternyata Herlina mengakui sudah melakukan penggepalan uang perusahaan.

Di perusahaan YS ini, kata Ipda Deny ada 3 orang admin pemasaran dan keuangan. Untuk urusan tagihan, Fitri yang membuat dan mengeluarkan nota, kemudian Herlina menagih ke toko yang membeli ban motor dan mobil dari PT Teguh Kaltara Perkasa.

“Herlina kemudian memberikan nota tagihan kepada toko, setelah membayar nota tagihan asli dikasih ke toko dan lembaran fotokopinya dibawa. Tapi, sampai dikantor Herlina membuat nota fiktif yang menerangkan bahwa toko tersebut belum bayar,” katanya mengungkapkan.

Ternyata, selain toko Mitra Motor Herlina juga bertugas untuk menagih pembayaran ke toko lain. Modusnya sama, nota tagihan dibawa lagi ke toko dan setelah dibayar, nota dikembalikan ke perusahaan dan Herlina menerangkan bahwa toko tersebut belum bayar.

“Ada beberapa toko, tapi yang lapor pertama ya Mitra Motor itu. Dan akibat dari pemilik Mitra Motor melaporkan ke YS, makanya terkuak semua. Dan dari penelusuran YS, yang jadi korban itu selain itu Mitra Motor, diantaranya juga Alvin, Sido Semi, Merlin dan UD Rezeki Motor dengan kerugian mencapai Rp 176 juta,” katanya lagi.

Sebenarnya, saat penggelapan yang dilakukan Herlina ini terkuak 14 Agustus lalu YS sempat mengupayakan penyelesaian kasus ini dengan kekeluargaan. Namun, karena menemui jalan buntu, Herlina akhirnya dilaporkan ke polisi 28 Agustus lalu.

SUMBER: PENA KALTARA

EDITOR : ANDRI ARIANTO
Tarakan, RN - Persidangan kasus utang piutang yang melibatkan salah seorang legislator Bulungan dengan salah satu pengusaha perikanan di Tarakan, Faisal, sudah mulai memanas. Perlahan tapi pasti, kisah berkelitnya Amsal yang tidak mengakui bahwa dirinya memiliki hutang miliaran itu terkorek dalam fakta persidangan yang digelar pada Kamis, (23/11)  kemarin di Pengadilan Negeri Tanjung Selor.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya di beberapa media lokal, Amsal Anwar ngotot bahwa dirinya tidak pernah sama sekali memiliki hutang dengan pengusaha Tarakan yang akrab disapa Ji Faisal itu. Bahkan, Pak Dokter --panggilan akrab Amsal Anwar-- acap kali memarahi wartawan yang sedang mewawancarainya. Sebut saja R, wartawan media lokal yang pernah mewawancarai Pak Dokter ini mengaku "disemprot" dan dituding tidak mengerti hukum sama sekali ketika mengonfirmasi Pak Dokter melalui sambungan seluler beberapa bulan lalu.

"Tanda-tangan yang mana maksudmu, kau ngerti hukum ndak?, jangan kau bawa-bawa profesiku sebagai anggota dewan yaa, kalau ndak somasiku datang," bentak Amsal kepada R, sebagaimana ditirukan dan diceritakan R kepada PenaKaltara.com, Jum'at (24/11).

Berdasarkan penelusuran PenaKaltara.com dalam pemberitaan beberapa media lokal sebelumnya, Amsal Anwar kerap kali berkilah. Alasan yang paling sering dikemukakannya yakni bahwa di rekening pribadinya tidak pernah sama sekali tercantum bukti penerimaan uang pinjaman yang diketahui berjumlah Rp2 Milyar itu. Selain terkait penerimaan uang, keabsahan kwitansi penerimaan sebagai penanda peminjaman uang oleh Amsal Anwar tertanggal 28 November 2017 dijadikan dalih agar  dirinya terhindar dari jeratan hutang itu, meskipun ia mengakui bahwa dialah yang menandatangani kwitansi itu.

"Itu tidak sah, peminjaman uang besar itu harus dihadapan notaris, legalnya masih dipertanyakan kwitansi itu," kilahnya dalam pemberitaan tersebut.

Terus berkilahnya Amsal Anwar tentu saja membuat Ji Faisal berang. Dirinya tidak menyangka Amsal Anwar ternyata memiliki niat untuk lari dari tanggung jawabnya. Padahal menurut Ji Faisal, Amsal Anwar adalah seorang "pelakon" dari dua profesi yang dimuliakan oleh banyak orang (Officium Nobile -Red) yakni Dokter dan Anggota Dewan Yang Terhormat. Mengetahui iktikad buruk Amsal Anwar, akhirnya pada pertengahan Juni 2017 Ji Faisal melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Tanjung Selor.

Melalui kuasa hukumnya, Ji Faisal menggugat Amsal Anwar dengan tudingan telah melakukan perbuatan cidera janji atau wan prestasi.  Dalam gugatan dengan nomor register 17/Pdt.G/2017/PN.Tjs itu, Ji Faisal menggugat Amsal Anwar untuk membayar  kerugian baik materiil dan immateriil yang bilamana ditotal secara keseluruhan mencapai Rp8 Milyar lebih.

Tak mau kalah, Amsal Anwar pun menyiapkan "fondasi" untuk membantunya berkilah dalam menghadapi gugatan Ji Faisal tersebut. Tak tanggung-tanggung, Amsal Anwar pun menyewa 4 (empat) Pengacara sekaligus untuk menangkis segala tudingan-tudingan yang dialamatkan kepadanya. "Yaa, ada 4 yang teregister di PN kami, 3 dari Jakarta dan 1 loyer lokal," kata salah seorang Panitera di PN Tanjung Selor yang enggan disebutkan namanya. Fondasi pembelaan Amsal Anwar itu juga dibenarkan oleh  kuasa hukum Ji Faisal, Jerry Fernandez, SH.,CLA ketika dimintai keterangan oleh beberapa wartawan.

"Ada empat pengacaranya," kata Jerry.  Jerry bercerita bahkan ketika menyerahkan surat kuasa ke hakim pada agenda sidang pertama, hakim sempat dibuat kebingungan karena ada 2 (dua) surat kuasa yang disodorkan dalam satu perkara. Satunya memilih domisili hukum di Jakarta dengan komposisi 2 dari Pengacara, satu lagi domisili hukum di Tanjung Selor dengan komposisi pengacara lokal. Atas itu, akhirnya hakim memerintahkan ketiga pengacara itu untuk mengambil kembali surat kuasa yang disodorkan. "Ini diambil lagi pak, ga bisa dua dua masuk, pilih salah satu yang mana kantornya yang mau dipake," kata Ketua Majelis Hakim sebagaimana ditirukan Jerry sambil terkekeh. Sedangkan 1 orang pengacara tambahan dihadirkan tatkala telah memasuki sidang ke-2, kata Jerry.

Beberapa bulan berlalu, tahapan sidang telah dijalani. Bantahan demi bantahan disampaikan oleh Amsal Anwar melalui pengacaranya. Sementara itu, Ji Faisal pun senantiasa memantapkan gugatan awalnya dan menolak dengan tegas segala dalil-dalil yang dikemukakan Amsal Anwar. Memasuki tahapan pembuktian dengan agenda mendengar keterangan saksi, Ji Faisal menghadirkan seorang saksi kunci bernama Jumain. Kesaksian Jumain inilah sepertinya menjadi akhir dari bantahan-bantahan Amsal Anwar. Betapa tidak, Jumain merupakan pihak yang secara langsung dimintai oleh Amsal Anwar untuk membantunya agar mendapatkan sejumlah dana demi urusan permodalan usaha Amsal Anwar.
 
Hal itu diungkapkan oleh Jumain dalam sidang lanjutan yang digelar, Kamis (23/11) di PN Tanjung Selor. Mengenakan baju berwarna putih, Jumain tampak tenang ketika berjalan menuju kursi yang disediakan Pengadilan. Setelah duduk, hakim memerintahkan Juru Sumpah untuk segera mendekat dan mengangkat kitab suci Al-Qur'an tepat diatas kepala Jumain. Setelah diangkat sumpah hakim mempersilahkan penggugat terlebih dahulu untuk bertanya kepada Jumain.

"Saudara saksi, apakah benar Amsal Anwar telah meminjam uang kepada Faisal?," tanya kuasa hukum Ji Faisal kepada Jumain. Mendengar itu, Jumain pun menoleh ke arah kiri sembari mengangguk sekaligus membenarkan. Ketika dimintai keterangan atas kronologis peminjaman uang itu, Jumain mulai berkisah bahwa  memang benar Amsal Anwar telah meminjam uang kepada Ji Faisal.

Waktu itu, kisah Jumain, sekira bulan November 2016 ketika mereka (Amsal & Jumain -Red) ketika mereka masih sama-sama menjadi kader Partai Golkar, Amsal Anwar sempat mengungkapkan bahwa dirinya sedang galau kepada Jumain. Kegalauan itu disebabkan karena saat itu Amsal Anwar berniat  membangun suatu pabrik untuk produksi minyak goreng di salah satu tempat di Bulungan. Sedangkan modal untuk pembangunan pabrik itu masih terkendala karena ketiadaan dana. "Amsal juga menyampaikan bahwa akan ada pencairan sejumlah Rp300 Milyar untuk pembangunan pabrik itu, namun pencairan itu tidak dapat dilakukan tanpa adanya dana awal yang tersimpan di rekening," kisah Jumain.

Atas "rengekan" Amsal Anwar itu, Jumain mencoba membantu pencarian dana yang dibutuhkan oleh Amsal Anwar. Mengingat Jumain memang dikenal memiliki banyak relasi, Amsal Anwar pun menjanjikan uang sangu hati atau fee bilamana Jumain berhasil mendapatkan pinjaman. Berbekal kepercayaan masyarakat serta "ketokohan" Jumain , akhirnya ia pun berhasil mendapatkan seseorang untuk meminjami Amsal Anwar sejumlah uang yang dibutuhkan yakni Ji Faisal.

Ji Faisal pun bersedia meminjamkan dana kepada Amsal Anwar setelah Amsal Anwar menjanjikan akan mengembalikannya dalam kurun waktu hanya 1 (satu) hari. "Amsal Anwar sendirilah yang menawarkan untuk dikembalikan 1 hari," kata Jumain. Karena waktu itu hari sudah berada hampir pada penghujung minggu, maka dituliskanlah dalam kwitansi itu tenggat waktu pembayaran selama 3 (tiga) hari. "Karena proses pengembalian tidak mungkin dilakukan pada hari sabtu dan minggu," kata Jumain kepada Hakim PN Tanjung Selor.

Setelah sertifikat tanah asli No. 5942 milik Amsal Anwar diserahkan kepada Jumain untuk dijadikan jaminan dan telah ditanda-tanganinya kwitansi tanda terima yang memuat janji pengembalian oleh Amsal Anwar, maka Ji Faisal pun kembali mempertanyakan terkait mekanisme pencairan. Oleh Amsal Anwar diperintahkanlah rekan bisnisnya bernama Syarifuddin untuk menerima uang tersebut. Sehingga uang pinjaman itu ditransfer ke rekening Syarifuddin yang sebelumnya baik Ji Faisal maupun Jumain tidak mengenalnya. "Waktu itu kata Amsal, Syarif itu sepupunya, belakangan ternyata bukan," ungkap Jumain.


"Amsal lah yang memberikan surat sertifikat dan tanda tangan kwintansi sebesar tiga miliar," terang Jumain yang disampaikannya berkali-kali di muka persidangan. Jumain dalam persidangan itu juga menyampaikan isi hatinya kepada majelis hakim yang mana ia mengaku sungguh merasa tidak enak hati kepada Ji Faisal karena ternyata orang yang telah direkomendasikannya melakukan cidera janji dan bahkan lebih memalukan lagi sempat berkelit dan tidak mengakui adanya hutang.

Selama 3 (tiga) bulan setelah penandatanganan kwitansi itu, Jumain mengaku bahwa dirinya kerap kali menghubungi Amsal Anwar agar segera membayar tanggung jawab materiilnya atas pinjaman itu. Namun, hal itu tidak pernah membuahkan hasil. Dengan berbagai alasan Amsal Anwar selalu berkilah dan meminta penundaan pembayaran kewajibannya. "Bahkan beberapa kali dihubungi ga pernah diangkat teleponnya, di sms pun tak dibalas," tutur Jumain.

Padahal, kata Jumain, Ji Faisal telah berbaik hati untuk menawarkan pembayaran secara cicilan atas hutang tersebut. Alih-alih menerima tawaran cara pembayaran yang telah tenggat tersebut, Amsal Anwar melalui istrinya malah mengancam akan memperkarakan dirinya dan Ji Faisal karena telah mengambil sertifikat rumahnya tanpa sepengetahuannya (Istri Amsal -Red).
Mendengar keterangan Jumain di persidangan, kuasa hukum Amsal Anwar tampaknya terlihat kecewa. Dia juga tidak menyangka bahwa ternyata kliennya telah menceritakan hal yang berbeda dengan apa yang dikisahkan Jumain dalam kesaksiannya. Apalagi, bak sedang meminta keterangan terhadap saksi dalam perkara pidana, kuasa hukum Amsal terlihat melontarkan pertanyaan yang sama secara berulang-ulang. Majelis hakim pun sempat membantu menjelaskan kondisi yang diceritakan Jumain supaya tidak berlarut-larut kepada pengacara yang cukup senior di Tanjung Selor itu.

Di luar sidang, pengacara yang juga mengaku kader partai golkar ini menyatakan kekecewaan yang mendalam atas apa yang didengarnya. "Berarti Amsal bohong nih sama saya," ujarnya dengan momok serius.

Sementara itu, kuasa hukum Ji Faisal pun mengaku pernah beberapa kali dikecewakan oleh Amsal Anwar ketika proses penagihan sebelum masuk ke persidangan. Waktu itu, kata Jerry Fernandez, SH.,CLA dirinya diberitahu oleh Amsal Anwar bahwa akan ada proses pembayaran hutang senilai Rp4 Milyar. Namun untuk proses pencairannya, dirinya harus ke Surabaya untuk mengawal proses tersebut ke lembaga keuangan/bank. Jerry pun akhirnya memberitahukan kepada Ji Faisal terkait keinginan Amsal Anwar itu dan Ji Faisal pun mengutusnya untuk "mengawal" rencana pembayaran yang dimaksud Amsal Anwar.

Sesampainya di Surabaya, setelah menunggu 2 (dua) hari. Akhirnya Jerry berhasil bertemu dengan Amsal Anwar dan Syarifuddin. Namun bukannya pembayaran yang didapat, malah Jerry diarahkan oleh Amsal Anwar untuk berurusan saja dengan Syarifuddin dan menghapus dirinya dari segala ikatan perjanjian yang telah dibuat oleh Amsal Anwar dan Ji Faisal.

Mendengar arahan Amsal Anwar itu, Jerry pun menolaknya. Menurut Jerry, hal yang dilakukan Amsal Anwar itu merupakan tanda dari sebuah kelicikan. "Saya pun sempat mau di"modusi"nya," ungkap Jerry. Bahkan cerita Jerry lagi, dirinya juga acap kali dihubungi Amsal Anwar agar dapat membantunya dalam proses pencairan uang dari harta warisan mertuanya sejumlah Rp30 Milyar lebih. "Mungkin itu strateginya untuk membuat saya tidak fokus dan berbalik arah atau setidak-tidaknya bermain dua kaki," aku Jerry.

Terakhir, Jumain juga mengungkapkan kepada majelis hakim bahwa Amsal Anwar memiliki deposito senilai Rp10 Milyar dan bisa saja melakukan pembayaran hutang itu kalau ia mau. Namun hingga kini, janji-janji Amsal Anwar tidak pernah terealisasi. Mengapa demikian? entahlah.

REDAKSI | ***